Social Icons

Pages

Sunday 1 May 2016

MAKALAH KITAB HADITS QUDSI DAN MUTAWATIR

I. PENDAHULUAN

Hadits Nabi Muhammad saw merupakan sumber ajaran agama Islam kedua setelah al-Qur’an.[1] Dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan al-Qur’an. Untuk al-Qur’an, semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadits Nabi, sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Sepanjang sejarahnya, hadits-hadits yang tercantum dalam berbagai kitab hadits yang ada telah melalui proses penelitian ilmiah yang rumit, sehingga menghasilkan kualitas hadits yang diinginkan oleh para penghimpunnya. Implikasinya adalah terdapat berbagai macam kitab hadits, seperti Kitab al-Hadits al-Mutawatirah dan Kitab al-Hadits al-Qudsiyah, dan lain-lain. Kitab-kitab ini terdapat perbedaan dalam pengarangnya, penyusunannya baik metode dan sistematika penulisannya, standar yang digunakan dan isi kitabnya. Tidak ada seorangpun dari ahli hadits yang sama dalam menyusun karya-karyanya.

II. PEMBAHASAN

A. Kitab al-Hadits al-Mutawatirah
1. Pengertian
Sebelum kita membahas kitab-kitab hadits al-mutawatirah lebih mendalam, ada baiknya terlebih dahulu kita bahas pengertian hadits al-mutawatirah itu sendiri. Secara bahasa, mutawatir merupakan isim fa’il, pecahan kata dari tawatara yang berarti tataba’a (berturut-turut, beriring-iring).[2] Menurut istilah, hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang (rawi), yang menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat untuk berdusta.[3] Dalam ilmu hadits, hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad.
Kata-kata “sejumlah rawi” artinya jumlah itu tidak dibatasi dengan bilangan, melainkan dibatasi dengan jumlah yang secara rasional tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Demikian pula, mustahil mereka lupa secara serentak. Sebagian ulama cenderung membatasi jumlah mereka dengan bilangan. Oleh karena itu, sebagian pendapat menyatakan bila jumlah mereka telah mencapai tujuh puluh orang, maka haditsnya dinilai mutawatir. Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat puluh orang. Pendapat yang lain lagi membatasinya dengan dua belas orang. Dan ada pula yang membatasinya kurang dari dua belas orang, hingga ada yang membatasinya dengan empat orang dengan pertimbangan bahwa saksi zina itu adalah empat orang. Akan tetapi pendapat yang benar adalah bahwa semua batasan itu tidak dapat menjamin sepenuhnya, melainkan yang sangat dipertimbangkan adalah adanya suatu keyakinan atas kebenaran berita.
           
2. Kitab-kitab yang membahas hadits mutawatir
Para Ulama telah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dengan mengumpulkan hadits-hadits mutawatir, lalu menjadikannya sebagai kitab khusus (musnad) tersendiri, untuk memudahkan para penuntut ilmu merujuk kepadanya. Diantara kitab-kitab itu:
a.       Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah. Karya Imam Suyuthi, yang tersusun menurut bab per bab.
b.      Quthafu Al-Azhar. Karya Imam Suyuthi yang merupakan ringkasan dari kitabnya yang terdahulu.
c.       Nadhamu Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir. Karya Muhammad bin Ja’far Al-Kittani.

Kitab al-Hadits al-Mutawatirah yang akan dikaji dan ditelaah dalam pembahasan kali ini yaitu kitab Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah.

3. Biografi Pengarang
            Jalaluddin As-Suyuthi dilahirkan pada tahun 849 H/ 1445 di kota Kairo. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Kamal Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiq Ad-Dhin bin Fakhr Utsman bin Nashiruddin Muhammad bin Himamuddin Al-Hammam Al-Hudairi As-Suyuthi. Bergelar Jalaluddin dan akrab dipanggil Abu Fadhil. Nama panggilan ini adalah pemberian dari gurunya, Al-Izzu Al-Kanani Al-Hanbali. Namun di kemudian hari ia lebih dikenal dengan nama As-Suyuthi, yang dinisbatkan kepada ayahnya yang dilahirkan di daerah Suyuth.[4] Perjalanan mencari ilmu dalam pengembaraannya mencari ilmu, As-Suyuthi singgah ke beberapa negeri seperti Syam, Hijaz, Yaman, India dan Maroko. Ia berguru kepada sejumlah ulama besar, diantaranya: Jalaluddin Al-Mahalli Ahmad bin Ali Ayamsahi (ulama fara'id), Al-Bulqaini (ulama fiqih) As-Syamani (ulama hadits, ushul fiqih, teologi dan nahwu), Al-Izzu Hanbali (ulama hadits, bahasa Arab, sejarah). Hidup Syeikh as-Suyuthi sarat dengan kegiatan menghimpun ilmu dan mengarang. Begitu usianya menginjak 40 tahun Syeikh as-Suyuthi mengasingkan dirinya di rumah dalam kamar khusus yang disebut “Raudhah al-Miqyas” dan hampir-hampir tidak beranjak dari situ. Sehingga dalam waktu 20 tahun saja Syeikh as-Suyuthi telah membanjiri perpustakaan-perpustakaan Islam dengan karya-karyanya dalam berbagai bidang ilmu dalam jumlah sekitar 600 judul.
Beliau wafat pada malam jum’at, tanggal 19 Jumadal Ula 911 H, dan beliau dimakamkan di pemakaman Qaushuun, di luar pintu gerbang Qarafah di daerah al-Suyuth Kairo.

4. Metode dan Sistematika
            Adapun metode yang dilakukan oleh As-Suyuti adalah maudhu’i, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yaitu As-Suyuti mengumpulkan hadits-hadits dengan mengurutkan berdasarkan bab-bab dan menyebutkan beserta perawi-perawi dari kalangan sahabat tanpa menyebutkan jalannya sanad setiap hadits.[5] As-Suyuti mengumpulkan hadits-hadits yang mempunyai syarat-syarat kemutawatiran hadits, yang mana para perawi hadits tersebut harus lebih dari sepuluh disetiap tabaqat.

5. Kandungan Kitab
Kitab hadits al-Azhar al-Mutanaatsirah fi al-Akhbaar al-Mutawaatirah ini merupakan kitab ringkasan yang disusun menurut bab-bab sebagaimana aslinya dan memuat 113 hadits-hadits mutawatir. Diantara isi kitab al-Hadits al-Mutawatir adalah beberapa syi’ar Islam, beberapa kewajiban dalam Islam, seperti shalat, wudhu’, dan puasa, dan yang lainnya. Sedangkan, dilihat dari sistematika penulisan kitab dan isi kitab, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa cara menggunakan kitab al-hadits al-mutawatir adalah pertama-tama kita harus mengetahui bab hadits yang akan kita cari, kemudian kita mencari haditsnya sesuai dengan bab tersebut.


B. Kitab al-Hadits al-Qudsiyah

1. Pengertian
Sebelum kita membahas kitab-kitab hadits al-qudsiyah lebih mendalam, alangkah baiknya terlebih dahulu kita bahas pengertian hadits al-qudsiyah. Menurut bahasa, qudsi artinya yang disandarkan kepada kesucian. Sedangkan menurut istilah, hadits qudsi artinya hadits yang dalam matannya ada perkataan yang disandarkan kepada Allah swt.
Dalam ilmu hadits, hadits qudsi adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah saw dan disandarkannya kepada Allah swt. Menurut Maulana Ali al-Qari Hadits al-Qudsiyah adalah sesuatu yang diriwayatkan oleh sumber para rawi (rasul) dan sumber kepercayaan dari Allah swt. Sekali waktu dengan perantara Jibril ra dan sekali waktu dengan wahyu atau ilham atau tidur. Ungkapan (susunan kalimatnya) diserahkan kepada kemauan beliau dengan susunan yang bagaimanapun macamnya. Menurut pendapat Al Allamah Syahabuddin ibnu Hajar Al Haitami dalam sejarah Ar Ba’in yang dinamakan dengan Fathul Mubin. Bahwa hadis qudis lebih dari seratus buah dan telah dikumpulkan oleh sebagian ulama dalam suatu juz.[6]

2. Kitab-kitab yang membahas hadits qudsiyah
Para ulama telah mengumpulkan hadits-hadits qudsiyah dalam satu kitab. Diantara kitab-kitab yang membahas tentang al-Hadits al-Qudsiyah adalah:
a.       Al-Ittifahatu as-Saniyah fi al-Ahadits al-Qudsiyah, karya Muhammad Bin Mahmud Bin Shaleh Bin Hasan ath-Thurbazuni; dan
b.      Kitab Al-Hadits al-Qudsiyah. Yang disusun bab per bab.
Kitab al-Hadits al-Qudsiyah yang akan dikaji dan ditelaah dalam pembahasan kali ini yaitu kitab Al-Ittifahatu as-Saniyah fi al-Ahadits al-Qudsiyah.

3. Biografi pengarang
Nama lengkap Muhammad Bin Mahmud Bin Shaleh Bin Hasan ath-Thurbazuni atau yang lebih dikenal dengan al-Madani. Beliau adalah seorang ulama abad ke-12 H[7] dan juga seorang yang faqih dalam ilmu-ilmu syair. Beliau telah menghasilkan karya-karya tulis yang begitu banyak. Beliau meninggal pada tahun 1200 H.

4. Metode dan Sistematika penulisan hadits:
a)      Menyebutkan orang yang meriwayatkan hadits (mukhorij hadits tersebut);
b)      Menyebutkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadits
c)      Terkadang menyebutkan kwalitas haditsnya, apakah hadits itu shahih atau dhoif.
d)     Hadits yang dimulai dengan lafadz قال diurutkan berdasarkan فاعل yang mana fail tersebut menggunakan lafadz الله .[8]
e)      Hadits-hadits yang dimulai dengan lafadz يقول maka failnya adalah الله walaupun ditulis dengan jelas lafadz الله tersebut atau tidak.Contoh : يقول الله atau يقول الرب atau dengan lafadz يقول عزّ وجلّ .[9]
f)       Apabila hadits-hadits itu tidak dimulai dengan kedua lafadz diatas ( قال atau يقول ), maka hadits-haditsnya diurutkan berdasarkan huruf hijaiyah yang pertama dan kedua.[10] Contoh : hadits itu dimulai dari hamzah dengan alif, kemudian hamzah dengan ba’ dan seterusnya.

5. Kandungan kitab
Kitab al-Hadits al-Qudsiyah ini berisi tentang kumpulan hadits-hadits qudsiyah yang di dalamnya memuat berbagai macam permasalahan agama Islam, diantaranya : keutamaan dzikir dan kalimat tauhid, membenarkan aqidah, kemurahan Allah swt, persediaan Allah yang akan diberikan kepada hamba-Nya, panggilan Allah swt kepada hamba-Nya untuk berdoa dan berharap kepadaNya, infaq dan keutamaannya, puasa dan keutamaannya, sifat Nabi saw dalam taurat, balasan bunuh diri, ikhlas dalam beramal, penciptaan alam dan lain-lain. Sumber-sumber pengambilan hadits-hadits qudsi tersebut terdapat dalam kitab-kitab hadits sebagai berikut :[11]
v  Kitab Muwatha’ karya Imam Malik;
v  Kitab Shahih Bukhari karya Imam Bukhori;
v  Kitab Shahih Muslim karya Imam Muslim;
v  Kitab Sunan Abu Dawud karya Imam Abu Dawud;
v  Kitab Jami’ at-Turmudzi karya Imam at-Turmudzi;
v  Kitab Sunan an-Nasa’I karya Imam Nasa’I; dan
v  Kitab Sunan Ibnu Majah karya Imam Ibnu Majah.

6. Cara menggunakannya
Dilihat dari metode dan sistematika penulisan kitab, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa cara menggunakan kitab al-hadits al-qudsiyah ini adalah pertama-tama kita harus melihat lafadz depan hadits tersebut, kemudian kita mencari haditsnya sesuai dengan lafadz tersebut. Karena kitab ini tersusun berdasarkan lafadz depan hadits.


III. PENUTUP
A. Kesimpulan

Para ulama telah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dengan mengumpulkan hadits-hadits mutawatir dan hadits-hadits qudsiyah, lalu menjadikannya sebagai kiab khusus (musnad) tersendiri, untuk memudahkan para penuntut ilmu merujuk kepadanya. Diantara kitab-kitab hadits mutawatir itu adalah Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah. Karya Imam Suyuthi, yang tersusun menurut bab per bab, Quthafu Al-Azhar. Karya Imam Suyuthi yang merupakan ringkasan dari kitabnya yang terdahulu. Kemudian diantara kitab-kitab hadits qudsiyah itu adalah Al-Ittihafatu as-Saniah bi al-Ahadits al-Qudsiyah karya Zainuddin Abdurra’uf Al-Hadadi dan al-Ahadits al-Qudsiyah karya Lembaga al-Qur’an dan al-Hadits majelis tinggi urusan agama Islam kementrian waqaf mesir. Setelah kita kita kaji dan telaah lebih dalam mengenai kitab al-Hadits al-Mutawatirah dan kitab al-Hadits al-Qudsiyah, kita dapat mengetahui bahwa kedua kitab tersebut mempunyai metode dan sistematika penulisan yang berbeda untuk memudahkan dalam mencari atau menemukan hadits-hadits baik itu hadits mutawatir ataupun hadits qudsi.

B. Kritik dan Saran
            Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan semoga bisa menambah pengetahuan kita semua. Pemakalah sangat menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan pada makalah ini, maka dari itu kami meminta kritikan dan sarannya guna menyempurnakan makalah kami, dan kami juga meminta maaf atas segala kesalahan yang ada pada makalah kami.

























DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: Teras, 2003.

As Suyuthi, Jalaludin, Al Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah.

Baidhowi, M. Ali, Al-Ahadits al-Qudsiyah, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 2002.

Ismail, DR. M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Madani, Muhammad, al Ittihafat as Saniah fi al Ahadis al Qudsiah, Bairut, Libanon :Darul Jil.

Qadir Hassan, A, Ilmu Musthalah Hadits, Bandung: CV. Diponegoro, 1994.























































[1] M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta : (Bulan Bingtang, 1992) H.3
[2] Dr. Mahmud Thohhan, Taisir Mushtholah al Hadis, hal. 19
[3] Dr. Mahmud Thahhan. Intisari Ilmu Hadist. (Malang:UIN-Press, 2007). H. 31-32
[4]Dr. Musthofa Syik’ah, Jalaludin as Suyuthi, hal. 71
[5]As Suyuthi, Qhotfu al azhar al mutanasiroh fil akhbar al mutawatiroh, hal. 21
[6] M. Hasby Asy Shiddieqy, Pokok-Pokok ilmu dirayah hadisih. 354.
[7] Muhamad al Madani, al Ittihafat as Saniyah fi al ahadis al Qudsiyah, hal. 13
[8] Ibid, hal. 13
[9] Ibid, hal. 14
[10] Ibid, hal. 14
[11] Ibid, hal 14-15

No comments:

Post a Comment

 
Blogger Templates