“Ayahsabu al-Insaana allan najma’a ‘idhoomahu, balaa qoodiriina ‘ala an nusawwiya banaanah
Apakah manusia mengira, bahwa Kami tak mampu mengumpulkan
kembali tulang belulangnya? Bukan demikan, sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari jemarinya secara sempurna.”
(QS Al-Qiayaamah 75:3-4)
Orang-orang tak beriman membantah akan terjadinya hari kebangkitan dikarenakan tulang belulang manusia yang telah meninggal telah hancur di dalam bumi dan bagaimana mungkin tiap individu dapat teridentifikasi pada Hari Pengadilan. Allah yang Maha Agung telah menjawabnya bahwa Ia tak hanya mengumpulkan tulang belulang kita
namun juga merekonstruksi secara sempurna keadaan ujung jari jemari kita.
Mengapa al-Qur’an ketika berbicara mengenai penentuan identitas seorang individu, berbicara secara spesifik mengenai ujung jari-jemari?
Pada tahun 1880, sidik jari menjadi metode saintifis dalam
pengidentifikasian, setelah riset yang dilakukan oleh Sir Francis Golt. Tidak ada dua orang manusia di dunia ini yang memiliki bentuk sidik jari yang benar-benar sama. Inilah alasan mengapa pasukan polisi sedunia menggunakan sidik jari untuk mengidentifikasi kriminal. 1400 tahun yang
lalu, siapakah yang dapat mengetahui tentang keunikan sidik jari tiap
manusia? Tentunya tak ada yang dapat mengetahuinya kecuali Sang
Pencipta itu sendiri.
RESEPTOR RASA SAKIT ADA DI KULIT
Dulu manusia mengira bahwa indera perasa dan peraba rasa sakit tergantung hanya pada otak. Penemuan akhir-akhir ini membuktikan bahwa reseptor rasa sakit terdapat di kulit dimana tidak ada seseorang yang tidak dapat merasakan rasa sakit. Ketika seorang dokter memeriksa seorang pasien yang terluka bakar, dia menguji tingkat luka bakar dengan cocokan peniti. Jika pasien masih bisa merasakan sakit, dokter tersebut akan senang, karena hal ini menandakan bahwa luka bakar yang diderita dangkal dan reseptor rasa sakit masih utuh. Namun di sisi lain, jika pasien tak dapat merasakan apa-apa, hal ini mengindikasikan adanya luka bakar yang dalam dan reseptor rasa sakit telah rusak. Al-Qur’an memberikan indikasi keberadaan reseptor rasa sakit ini dalam ayat berikut :
“Sesungguhnya orang-orang yang menolak dengan ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab. Sesunggguhnya Allah Maha Pekasa lagi Maha Bijaksana.” (QS an-Nisaa’ 4:56).
Profesor Tagatat Tejasen, Kepala Jurusan Anatomi di Universitas Chiang Mai di Thailand, telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk penelitian reseptor rasa sakit. Pada awalnya beliau tak dapat mempercayai bahwa al-Qur’an telah menyebutkan fakta saintifis ini 1400 tahun yang lalu. Beliau kemudian memeriksa tranlasi/terjemahan ayat al- Qur’an dengan teliti. Prof Tejasen sangat terkesan dengan keakurasian saintifis ayat al-Qur’an, dimana pada Konferensi Kesehatan Saudi ke-8 yang diadakan di Riyadh berkenaan dengan isyarat saintifis al-Qur’an dan as- Sunnah, beliau mengikrarkan diri ke depan khayalak: Asyhadu an Laa Ilaaha illaLlah wa asyhadu anna Muhammad rasuluLlah.
KESIMPULAN
Menghubungkan keberadaan fakta saintifis yang terdapat di dalam al-Qur’an dengan suatu kebetulan adalah suatu hal yang menyelisihi akal sehat dan pendekatan saintifis. Al-Qur’an menyeru seluruh manusia untuk memikirkan ciptaan yang ada di seantero alam semesta ini di dalam ayat :\
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali Imraan 3:190).
Bukti-bukti saintifik yang terdapat pada al-Qur’an secara terang membuktikan sifat keasliannya dari Allah. Tak ada manusia satupun yang dapat menghasilkan sebuah kitab, 14 abad yang lalu, yang berisi di dalamnya fakta-fakta saintifis, yang pada akhirnya akan ditemukan oleh generasi manusia setelahnya. Al-Qur’an, walau bagaimanapun, bukanlah sebuah buku sains namun sebuah buku yang berisi isyarat-isyarat. Isyarat ini mengajak menusia untuk menyadari tujuan keberadaannya di bumi ini,
dan untuk hidup berdampingan bersama alam dengan harmonis. Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu dari Allah, pencipta dan pemelihara alam semesta. Ia berisi seruan yang sama di dalam mengesakan tuhan, yang didakwahkan oleh seluruh Nabi, baik mulai dari Adam, Musa, Isa hingga Muhammad (Shallallahu 'alaihim wa sallam)
Beberapa kitab besar secara mendetail telah ditulis berkenaan dengan subyek al-Qur’an dan sains modern dan penelitian lebih jauh pada bidang ini masih berlangsung. Insya Allah, penelitian ini akan membantu manusia untuk lebih dekat lagi dengan Firman Allah ta’ala. Risalah ini berisi hanya sebagian kecil dan sedikit dari fakta-fakta saintifis yang terdapat di al-Qur’an. Saya tak dapat mengklaim telah menyelesaikan keadilan seluruhnya mengenai subyek ini. Prof Tajasen mau menerima Islam hanya karena satu isyarat saintifis disebutkan di al-Qur’an. Beberapa orang bisa jadi memerlukan 10 isyarat dimana beberapa orang yang lain bisa jadi memerlukan ratusan isyarat agar yakin tentang keaslian Qur’an sebagai firman Tuhan. Beberapa orang mungkin masih tetap bersikukuh tak mau menerima kebenaran walaupun telah ditunjukan beribu-ribu ayat. Al- Qur’an mengutuk orang yang bermental rendah seperti ini di dalam ayat:
“Mereka tuli, bisu. Dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali.” (QS
al-Baqarah 2:18)
Al-Qur’an berisi bimbingan hidup yang sempurna baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Alhamdulillah, jalan hidup Qur’ani adalah jauh lebih unggul daripada isme-isme lainnya yang mana manusia modern telah menciptakannya dengan kebodohan yang amat sangat. Siapakah yang petunjuknya lebih baik daripada sang pencipta itu sendiri? Saya berharap semoga upaya sederhana ini dapat diterima oleh Allah, yang kepada-Nya aku memohon pengampunan dan petunjuk (Amin).
Translator : Ibnu Burhan